INDRAMAYU ONLINE – Indramayu merupakan wilayah kabupaten di pesisir utara Jawa Barat. Sebagian masyarakatnya adalah nelayan. Sarana utama dalam memanfaatkan potensi kekayaan laut bagi nelayan adalah alat penangkap ikan serta perahu.
Tak perlu alat-alat modern atau pendidikan khusus terkait so’al membuat perahu, karena umumnya perahu dibuat secara tradisional. Hanya dibutuhkan keahlian, pengalaman serta tangan-tangan terampil nelayan yang biasa menanganinya.
Pembuatan perahu dikerjakan di bantaran sungai karena jika telah rampung pengerjaannya, perahu akan lebih mudah diturunkan ke sungai.
Namun untuk perahu berbadan besar, nelayan biasa menyebut kapal motor (KM), proses pembuatannya memakan waktu cukup lama. Tak sampai di situ saja, saat kapal diturunkan ke sungai pun bukan perkara mudah.
Pasalnya, kapal motor bertonase besar harus ditarik dengan tenaga manusia, diperlukan kerja keras, kebersamaan dan kekompakan.
Nelayan Indramayu umumnya mengenal sebutan ngejog , yaitu prosesi memindahkan kapal atau perahu baru dari daratan ke air sebelum berlayar.
Tradisi tersebut mencerminkan semangat kegotong-royongan warga, khususnya para nelayan di Desa Karang Song, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu.
Tak heran bila peristiwa ngejog menyedot perhatian masyarakat. Bagi siapapun yang kebetulan melintasi kawasan Karang Song, bakal merelakan waktu barang sejenak untuk menyaksikan momentum tradisi tersebut.
Maklum. Masyarakat awam tentu penasaran ingin mengetahui bagaimana cara nelayan memindahkan perahu sebesar rumah dari darat ke air.
Di Karang Song terdapat sungai Prajagumiwang yang membentang dari pusat kota Indramayu, dan bermuara di laut Jawa. Pemukiman nelayan ini dikenal sebagai sentra pembuatan perahu tradisional.
Seorang nelayan, Warlim (66) mengaku sering diminta pemilik kapal untuk turut andil menjadi bagian dalam pelaksanaan prosesi ngejog.
“Kalau kapal (perahu) sebesar ini ya memang harus ditarik rame-rame, nggak mungkin ditarik dua-tiga orang atau pakai alat berat sekalipun,” kata Warlim sambil menunjuk sebuah kapal motor berbobot 90 GT (Gross Ton).
Menurutnya, selain istilah ngejog , ada pula liyer, alat bantu penarik kapal yang terdiri dari sejumlah tuas, diibaratkan seperti pemutar tali pada alat pemancing ikan. Nelayan secara bersama-sama mendorong tuas, berputar mengitari liyer. Dan efeknya, tambang akan menarik badan kapal.
“ Liyer ditempatkan jauh dari lokasi kapal, yaitu di seberang sungai. Menghubungkan antara penarik dengan kapal melalui tambang sepanjang 50 meter. Banyaknya liyer disesuaikan dengan berat kapal,” ucap Warlim.
Sedangkan jumlah penarik kapal bisa mencapai puluhan bahkan ratusan orang. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok secara bergantian, tambahnya.
Selama kegiatan ngejog berlangsung, ditandai dengan pemadaman aliran listrik di sekitar area ngejog.
“Dimatikan dulu aliran listriknya, demi keamanan. Sebab kabel listrik PLN sangat dekat dengan ketinggian tiang kapal/perahu,” ucap Warlim.
Konon katanya, kapal yang ditaksir bernilai miliaran rupiah itu disebut-sebut milik juragan kapal asal Kelurahan Margadadi Indramayu. Dikerjakan selama 5 sampai 6 bulan dan akan berlayar menuju perairan paling ujung timur Indonesia, Papua.
Kendati telah berada di sungai Prajagumiwang, kapal masih menunggu beberapa bulan ke depan untuk dilarung ke laut lepas.
“Itu karena kapal belum dilengkapi peralatan navigasi, alat tangkap ikan dan kelengkapan lainnya untuk kelaikan pelayaran,” tutup Warlim. (indramayu.online – Suripto)












